Karya Sastra di MinangKabau
BAB I
PENGERTIAN KARYA SASTRA
Karya sastra adala karya seni, yang dapat memberi kepuasan bagi penikmatnya.
Karya sastra diungkapkan melalui bahasa. Jadi, karya sastra adalah karya seni
yang mengungkapkan bahasa sebagai medium (alat penyampaiannya).Karya sastra berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan
kemanusiaan. Melalui karya sastra dapat dilihat penderitaan manusia,
kebahagiaannya, perilaku manusia dengan segala aspeknya, dan segala hal yang
menyangkut dengan sifat-sifat manusia. Bahkan, budayanya dalam satu kurun
tertentu dapat dilihat di dalam karya sastra.
Karya sastra Minangkabau adalah karya seni yang menggunakan bahasa
Minangkabau sebagai mediumnya. Isinya berbicara tentang masyarakat Minangkabau,
tentang budaya Minangkabau, tentang orang-orang yang hidup di Minangkabau
dengan segala tingkah lakunya.
Melalui karya sastra Minangkabau dapat dibaca budaya minangkabau.
Kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, tata pergaulan, dan falsafah yan dianut
masyarakatnya dapat dilihat di dalam karya sastranya. Oleh karena itu, karya
sastra juga disebut sebagai gambaran kehidupan masyarakat pada kurun waktu dan
daerah tertentu.Kesusastraan Minangkabau dapat dibagi atas dua jenis, yang berdasarkan
penggunaan bahasanya. Yaitu prosa dan puisi.
BAB II
JENIS KARYA SASTRA MINANGKABAU
1. Karya Sastra Puisi
Puisi merupakan karya sastra yang diungkapkan dengan bahasa terikat, yang
dapat dilihat pada irama, baris, dan baitnya. Karya sastra puisi Minangkabau
biasanya berbentuk pantun
Pantun, pasambahan, alua, dan pidato adat.
Pantun adalah puisi yang terdiri dari kalimat yang berirama a-b a-b. Karena
itu, pantun umumnya memiliki baris dengan jumlah genap yang terdiri dari dua,
empat, enam, delapan, sepuluh, dan dua belas. Setengah dari baris pantun
disebut dengan sampiran dan setengahnya merupakan isi. Namun, pada pantun
Minangkabau, sampiran mempunyai makna sejajar dengan isinya.
Pantun di minangkabau sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, menjadi
bungo dalam kaba, menjadi hiasan dalam pidato, dan dijadikan lirik dalam
lagu-lagu Minangkabau.
Contoh pantun:
Kok upiak pai ka ladang
Baok rotan ka tali timbo
Kok upiak kini lah gadang
Adat sopan nan ka dijago
O, upiak rambahlah paku
Nak tarang jalan ka parak
O, upiak ubahlah laku
Nak sayang urang ka awak
Macam-macam pantun:
• Berdasarkan jumlah isinya: pantun dua baris, empat baris, enam baris,
delapan baris, sepuluh baris, dan dua belas baris. Pantun yang terdiri dari
enam sampai dua belas baris sering disebut dengan talibun, yang banyak
ditemukan dalam karya sastra Minangkabau.
• Berdasarkan isinya: pantun adat, pantun tua, pantun muda, pantun suka,
pantun duka.
Berdasarkan keterkaitan antar baris dalam pantun: seloka dan gurindam.
Seloka adalah pantun empat baris yang terdiri dari beberapa untai dengan tiap
untai pantun berhubungan dengan unti berikutnya. Biasanya baris kedua dan
keempat disisipkan menjadi baris pertama dan ketiga pada untai berikutnya.
Gurindam merupakan pantun yang tidak mempunyai sampiran, tetapi langsung masuk
kepada kandungan isi yang dimaksudnya, yaitu kandungan isi yang menjadi tujuan
pantun. Gurindam dapat terdiri dari dua baris sampai dengan dua belas baris.
Contoh gurindam dua baris;Awa diingek akia indak
Alamaik badan nan ka rusak
- Pasambahan
Pasambahan merupakan rangkaian puisi panjang yang biasanya dilantunkan untuk
acara-acara pertemuan resmi, acara syukuran, perhelatan. Pasambahan ini biasa
juga dilantunkan secara bersahut-sahutan.
- Pidato
Sama dengan pasambahan, pidato adalah rangkaian puisi panjang yang dibawakan ketika acara-acara penting.
2. Karya Sastra Prosa
Prosa Minangkabau pada mulanya diungkapkan secara lisan. Setelah aksara Arab dikenal masyarakat Minangkabau, prosa ditulis dalam aksara Arab yang kemudian dikenal dengan tulisan Arab Melayu. Ketika Aksara Latin dikenal pula, prosa itupun disalin dalam tulisan tersebut. Bentuk-bentuk prosa Minangkabau:
- Tambo
Tambo merupakan uraian sejarah dan perjalanan adat yang dituangkan ke dalam
karya sastra. Tambo adalah prosa Minangkabau yang paling penting dengan
menggunakan bahasa Minangkabau klasik atau kuno. Tambo tidak hanya menghimpun
peristiwa sejarah, namun juga merekam suasana dan keberadaan alam minangkabau
dengan segala dinamika masa lalu.
- Kaba
Kaba merupakan bentuk prosa Minangkabau yang umum, yang berbentuk rangkaian
cerita. Cerita dalam kaba pada umumnya bertujuan sebagai sarana hiburan, atau
pelipur lara. Kaba digolongkan menjadi dua:
- Kaba Klasik
Kaba klasik adalah rangkaian cerita yang diangkat dari hikayat. Contoh dari kaba klasik misalnya kaba Malin Deman, Anggun Nan Tongga, Si Umbuik Mudo, dll. Kaba klasik juga bisa berupa rangkaian cerita yang diangkat dari cerita yang mempunyai hikayat. Contohnya: kaba Sabai Nan Aluih, Talipuak Layua, Tupai Janjang, Cindua Mato, dll.
Kaba Baru
Kaba baru adalah rangkaian cerita yang diciptakan untuk permainan randai. Randai telah mengalami pembaruan, unsur cerita menjadi bagian utama dari acara randai. Pembaruan ini dilakukan oleh seniman-seniman randai daerah Luhak Lima Puluh Kota atau masyarakat randi di sekitar Payakumbuh. Dengan menempatkan cerita sebagai bagian utama, banyak cerita-cerita baru yang dikarang. Cerita untuk randai inilah yang disebut sebagai kaba baru. Contoh kaba baru: Si Marantang, Siti Rabiatun, Santan Batapih, Angku Kapalo Sei Teleng, dll.
BAB III
NILAI-NILAI KEINDAHAN
(ESTETIKA KARYA SASTRA MINANGKABAU)
1. Rujukan Konsep Keindahan
Unsur keindahan merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah karya
sastra. Keindahan menyangku masalah rasa. Sedangkan perasaan, antara seseorang
dengan orang lainnya tidaklah sama. Akibatnya, sampai sekarang belum ada ukuran
objektif tentang keindahan yang dapat diterima oleh seiap orang.
Meskipun mengukur keindahan itu rumit, namun keindahan itu diakui
keberadaannya. Keindahan itu dapat dirasakan, namun sulit untuk
mengungkapkannya. Itulah sebabnya maka keindahan tetap perlu dibicarakan.
Menurut Thomas Aquino, seorang ahli sastra mengemukakan keindahan itu
mengandung tiga syarat;
• Keutuhan atau kesempurnaan.
• Keselarasan bentuk atau keharmonisan.
• Kejelasan atau kecemerlangan.
Menurut J. Grace ahli sastra lainnya, keindahan itu mempunyai tiga ciri atau
unsur pokok:
• Keterpaduan(integrity)
• Keselarasan(harmony)
• Kekhasan(induviduation)
2. Keindahan dalam Karya Sastra Puisi Minangkabau
Karya sastra puisi memiliki keindahan yang setara dengan karya lainnya, hal
ini karena gaya bahasa ataupun bahasa yang digunakan adalah sama. Apabila
diresapi banyak sampiran memiliki kekuatan metafora(simbol tentang perlunya
kegigihan dalam berusaha). Kekuatan puisi Minangkabau maknanya menukik kian
dalam serta bahasanya enak diucapkan. Contohnya:
Lauik ditimbo mungkin kariang
Gunuang diruntuah amuah data
Dek samuik lah runtuah tabiang
Apolai dek manusia nan baraka
Keterkaitan, keharmonisan dan kelarasan kata-kata dan perumpamaan yang
dipakai menghasilkan suasana jiwa yang khas saat meresapinya.
3. Keindahan dalam Karya Sastra Prosa
Keindahan karya sastra prosa terletak pada keragaman isi yang dikandungnya
serta bahasa yang digunakan tidak kaku dan tidak bermakna sempit. Perumpamaan
yang dipakai dalam prosa sering membuat orang terjebak dalam memahaminya,
seakan-akan penggubah prosa mengada-ada. Perumpamaan yang terdapat pada prosa
Minangkabau berisi tentang sistem kemasyarakatan yang dicita-citakan nenek
moyang orang Minangkabau. Yaitu sistem kemasyarakatan yang mencontoh pada
sistem kemasyarakatan Cina yang bersuku-suku, yang memiliki landasan
intelektual seperti orang romawi, serta betumpu pada gaya kepemimpinan Sultan
Iskandar Zulkarnain yang mengutamakan persatuan dalam menebar kebaikan dan
ketentraman, dengan memerangi kemusyrikan dan kekafiran. Jadi bahasa tambo
tidaklah berupa doktrin. Namun bahasa tambo hanya mengarahkan akal pikiran,
sesuai dengan fasafah “Alam Takambang Jadi guru”. Artinya, tambo tidak hanya
mengungkapkan tentang sebuah konsep atau peristiwa, namun lebih jauh ia juga menyajikan
penggambaran latar belakang sebuah konsep tau peristiwa yang diungkapkan. Tambo
juga dihiasi dengan berbagai ragam bahasa sastra Minangkabau seperti petatah,
petitih, pituah, mamangan, pameo, kias, lengkap dengan pantun, seloka, dan
gurindam.
BAB IV
NILAI MORAL
DALAM KARYA SASTRA MINANGKABAU
1. Nilai Moral dalam Karya Sastra Puisi
Nilai-nilai moral dalam karya sastra puisi Minangkabau dapat ditemukan dalam
sejumlah pantun ataupun pasambahan. Nilai-nilai moral ini terutama mengandung
ajaran tentang perlunya membina budipekerti. Contohnya:
Nan kuriak iyolah kundi
Nan merah iolah sago
Nan baiak iolah budi
Nan indah ioah baso
Pantun ini mengandung nilai-nilai moral yang sangat tinggi. Dengan
mengingatkan masyarakat agar dalam kehidupan ini selalu mengutamakan budi
pekerti yang baik.Pantun juga mengisyaratkan agar manusia dalam hidupnya
membiasakn diri untuk memakai bahasa yang terbaik dan indah.dapat diwujudkan
dengan bertingkah laku,cara bersikap dan berbicara dengan penuh rasa santun.
Jadi nilai-nilai moral yang terkandung pada pantun tersebut bertujuan untuk
mendidik masyarakat.Yaitu mendidik agar dalam segala bentuk dan perilakunya
untuk mencapai tujuan hidup,manusia perlu mengutamakan kehidupan yang
senantiasa menghayati dan menjaga budi pekerti yang baik.
2. Nilai Moral dalam Karya Sastra Prosa Minangkabau
Karya sastra rosa Minangkabau juga mengandung nilai-nilai moral yang
tinggi.Hampir tidak jauh berbeda dengan nilai moral yang terdapat pada puisi
Minang,hanya saja berbeda dalam bentuk dan cara penyampaiannya.
BAB V
CIRI-CIRI KARYA SASTRA MINANGKABAU
1. Karya Sastra Prosa
Adat Minangkabau pada hakikatnya adalah suatu susunan peraturan hidup yang
diatur dengan kata-kata. Kata-kata yang dimaksudkan di sini adalah falsafah
hidup orang minangkabau yang dikenal sebagai falsafah alam takambang jadi guru.
Kata-kata yang dipakai dalam karya sastra minangkabau adalah kata-kata pilihan
yang dirangkai sedemikian rupa sehingga bahasanya menjadi indah dan kaya dengan
makna. Keindahan dalam bahasa memberikan keindahan bagi jiwa. Sedangkan
maknanya mengandung pelajaran yang sangat berguna bagi kehidupan.
Kata-kata dalam karya sastra Minangkabau sangat beragam dan umumnya memiliki
makna yang bersayap. Kaya dengan perumpamaan dan kiasan. Sehingga karya sastra
Minangkabau tidak hanya memiliki makna seperti yang tersurat, tetapi juga
banyak makna yang tersirat. Akibatnya, bahasa dalam karya sastra Minangkabau
tidak bisa langsung ditafsirkan begitu saja.
a. Kebahasaan Karya Sastra Prosa
Karya sastra prosa Minangkabau lebih terlihat sebagai penggambaran usaha
orang Minangkabau dalam memahami alam semesta yang kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan. Sesuai dengan falsafah alam takambang jadi guru. Tambo adalah
karya sastra prosa yang paling khas di Minangkabau, karena bahasanya memiliki
nilai sastra yang tinggi, sehingga orang sulit untuk memahaminya.
Perbendaharaan bahasa yang terdapat dalam tambo adalah bahasa Minangkabau
klasik, karena itu bahasa tambo penuh dengan simbol-simbol dan kode-kode bahasa
yang sifatnya semu, bersayap dengan seribu makna yang dikandungnya. Bahasa
tambo mencerminkan perwatakan orang Minangkabau yang sangat idealis, yang kaya
dengan imajinasi dan mengutamakan rasa.
Bentuk karya sastra prosa Minangkabau terpenting lainnya adalah kaba, yang
juga merupakan produk yang sangat khas dari kesusastraan Minangkabau. Kekhasan
dari kaba yakni bentuk bahasanya yang liris dan ungkapan-ungkapan yang plastis
serta menggunakan banyak pantun di dalamnya. Bahasa kaba umumnya mempunyai
susunan yang tetap, yaitu empat buah kata dalam sebuah kalimat serta
ungkapan-ungkapannya juga tetap, terutama dalam mengisahkan suatu peralihan
peristiwa, waktu, dan suasana. Sebagian ada juga yang terdiri dari tiga kata
bila kalimat itu bersuasana penegasan. Bentuk dan tingkah laku orang pun
diungkapkan dengan bahasa klise.
b. Isi Karya Sastra Prosa
Tambo berisi dua hal penting, pertama uraian sejarah, kedua perjalanan adat.
Tambo bisa dikategorikan sebagai berikut:
• Cerita rakyat
Mengungkapkan tokoh-tokoh dan peristiwa masa lalu yang hadir karena dorongan
untuk menyampaikan pesan atau amanat tertentu.
• Dongeng atau hikayat
Menceritakan peristiwa aneh dan menakjubkan tentang kehidupan manusia serta
menceritakan tentang asal usul suatu negeri.
• Sastra kitab dan sejarah
Berisi cerita rekaan yang mengandung nilai-nilai sejarah yang bisa
dibuktikan seara ilmiah.
• Prosa undang-undang
Berisi tentang ketentuan-ketentuan dan hukum adat Minangkabau.
Karya sastra prosa kaba tidak serumit tambo, karena isi cerita berupa cerita
pelipur lara, namun tetap memberikan suatu nilai ajaran tentan kepribadian yang
luhur. Kaba banyak berisi pantun serta falsafah, yang dituangkan dalam petatah,
petitih, pituah, mamangan, dll yang mengambil bentuk ungkapan dari bentuk,
sifat, dan kehidupan alam.
Tema adalah gagasan utama (landasan) dalam sebuah karya. Unsur dari tema
adalah pokok permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai pengarang melalui karya
sastra tersebut. Pokok permasalahan adalah persoalan utama yang menjadi inti
keseluruhan cerita pada karya tersebut. Tujuan yang ingin dicapai pengarang
adalah amanat tertentu yang mencerminkan kesan pembaca dan jalan cerita yang
disajikan pengarang kepada pembaca.
Untuk mengetahui tema sebuah karya sastra prosa seperti kaba, kita perlu
menjawab pertanyaan berikut ini:
• Siapakah yang menjadi tokoh utama dari karya sastra tersebut?
• Apa yang menjadi keinginan atau motivasi tokoh utama itu?
• Apakah masalah yang dihadapi tokoh utama tersebut?
• Apakah jalan keluar yang diambilnya?
Jadi, pola tema cerita kaba hampir sama yaitu pertentangan antara kebaikan
dan keburukan, dimana akhirnya kebaikan akan selalu keluar menjadi pemenang.
2. Karya Sastra Puisi
a. Kebahasaan Karya Sastra Puisi
Puisi Minangkabau umumnya berbentuk pantun dan pasambahan. Pantun
Minangkabau berbeda dengan pantun melayu lainnya. Pantun Minangkabau memiliki
makna yang lebih dalam dibanding dengan bagian yang bukan sampiran. Jadi,
sampiran pada pantun Minangkabau tidak sekedar pemanis irama kata belaka. Tidak
ada kata-kata yang mubazir dalam pantun ini karena bahasanya saling mendukung serta
baris ketiga dan keempat yang lebih lugas dapat menjadi pengantar yang pas
untuk memahami pameo yang menjadi sampiran. Contoh:
Tagangnyo tajulai-julai
Kanduanyo badantiang-dantiang
Hati lapang paham salasai
Cukuik syarat kato jo rundiang
Pasambahan adat adalah satu bagian dari puisi, yang lebih menyerupai teks
pidato dengan menggunakan gaya bahasa sastra, sehingga sering disebut pidato
pasambahan. Gaya bahasa pasambahan adat hampir sama dengan gaya bahasa kaba dan
pantun. Kalimat dalam pasambahan adat panjang-panjang dengan setiap kalimat
mempunyai banyak anak kalimat. Pasambahan adat lebih banyak berisi bahasa
hukum, undang-undang, ajaran moral dan sebagainya. Pidato pasambahan atau
pasambahan adat biasanya dilakukan dengan bersahut-sahutan. Pasambahan adat
merupakan suatu dialog adat tentang hal-hal yang terkandung di dalam upacara
adat.
b. Isi Karya Sastra Puisi
Isi dari karya sastra puisi minangkabau sangat beragam. Pantun adat yaitu pantun yang biasanya digunakan dalam pasambahan adat dengan isi berupa kutipan dari undang-undang, hukum, tambo, dsb. Misalnya seperti pantun berikut ini:
Gantang di bodi caniago
Cupak nan di koto piliang
Adat mamakai syarak mangato
Tujuan satu indak basimpang
Pantun tua yaitu pantun yang berisi nasehat dari orang tua kepada orang muda.misalnya:
Kok buyuang ka pai mandi
Mandilah di tapi lauik
Kok indak mandi di pantai
Elok mandi di hulu-hulu
Mandi bakusuak daun pagaran
Kok buyuang mancari kanti
Carilah urang patuik-patuik
Kok indak urang nan pandai
Elok dicari anak panghulu
Urang batunjuak baajaran
Pantun muda yaitu pantun yang isinya biasa digunakan dalam pergaulan muda-mudi, misalnya:
Kalupak ambiak ka timbo
Panimbo aia nan taganang
Jo kida hapuih aia mato
Jo suok jawek kasiah sayang
Pantun suka atau pantun jenaka yaitu pantun yang isinya berupa ejekan, bahan tertawaan, atau teka-teki. Contoh:
Hilia padati Batang Gadih
Panuah muatan kayu kalek
Maliek arancak anak gadih
Mudo paratian hati pak gaek
Pantun duka adalah pantun yang berisi ungkapan perasaan duka dan rasa sedih. Contoh:
Luruih jalan ka Cubadak
Basimpang jalan ka Kumpulan
Babelok lalu ka Palupuah
Ibaraik api mamakan dadak
Diluanyo indak mangasan
Di dalam hanguih hancua luluah
Jadi ciri-ciri karya sastra minangkabau dapat diungkapkan sebagai berikut:
• Menggunakan bahasa minangkabau.
• Berlatar belakang budaya minangkabau
• Berbicara tentang manusia dan kemanusiaan minangkabau
• Berbicara tentang hidup dan kehidupan masyarakat minangkabau
• Diwarnai oleh kesenian minangkabau
BAB VI
PETATAH DAN PETITIH
1. Pengertian dan Fungsi Petatah
Asal kata pepatah adalah “tatah”, artinya pahatan atau patokan atau
tuntunan. Jadi, petatah adalah kata-kata yang berisi norma-norma yang bisa
menjadi tuntunan kehidupan manusia sehari-hari. Petatah mengandung banyak
pelajaran kehidupan diantaranya menjaga hubungan antar sesama masyarakat,
mengerti dengan hak dan kewajibannya, dan menggunakan pikiran secara arif dan
bijaksana sehingga kehidupan menjadi lebih tentram dan bahagia. Jadi, fungsi
petatah yaitu : mengatur hubungan antra manusia, antra manusia dengan alam dan
antra manusia dengan lingkungan sosialnya. Berfungsi sebagai hukum dasar atau
patokan utama dalam masyarakat Minangkabau
Contoh petatah
“ Hiduik dikanduang adat “2. Pengertian dan Fungsi Petitih
Kata petitih berasal dari kata titi, atau titian, yaitu jembatan sederhana
yang terbuat dari bambu atau kayu yang digunakan untuk menyebrangi sungai. Jadi
kata petitih bisa diartikan sebagai aturan yang mengatur pelaksanaan adat
dengan seksama.Ia merupakan peraturan operasional, pertauran pelaksanaan adan
batasan pertauran di dalam masyarakat. Yang berfungsi untuk pertauran
pelaksanaannya. Jadi antara petatah dan petitih memiliki hubungan atas bawah
(hirarkris).
Contoh petitih
“ Adat hiduik tolong manolong,Adat mati janguak manjanguak,
Adat lai bari mambari,
Adat indak basolang tenggang,
Kaba baiak baimbauan,
Kaba buruak bahamabauan “
3. Ajaran Dalam Pepatah dan Petitih
Di dalam petatah dan petitih akan terdapat jaran. Ajaran itu mencakup segala
aspek kehidupan masyarakat Minangkabau. Ajaran itu pada hakikatnya berhubungan
dengan kehidupan orang Minangkabau sebagai individu, kehidupan orang
Minangkabau dalam bermasyarakat, dan kehidupan orang Minangkabau menurut
fungsinya di dalam masyarakat.
Banyak petatah Minangkabau yang menuntun kehidupan individu (pribadi)
seseorang. Setiap individu orang Minangkabau di arahkan untuk berbuat baik,
untuk berbudi luhur, dan untuk berjasa kepada orang lain. Hal itu misalnya
terungkap dalam petatah berikut:
Maninggakan Rueh jo Buku,
Manusia bapangkek turun,
Maninggakan namo jo jaso.
Harimau mati maninggakan balang,
Gajah mati maninggakan gading,
Manusia mati maninggakan jasa.
Petatah di atas mengungkapkan, setiap individu hendaklah berbuat baik.
Perbuatan baik itu bukan hanya akan berguna bagi diri sendiri tetapi juga bagi
orang lain. Jika pada saatnya individu telah tiada, ia telah meninggal, orang
akan mengingat nama dan jasanya. Hal itu memberi dorongan kepada setiap
individu di Minangkabau untuk berusha semaksimal mungkin. Hasil husahanya itu
kelak bukan saja berguna bagi diri dan keluarganya, tetapi juga bagi orang
lain. Perhatikan lagi petatah berikut :
Nan merah iyolah sago.
Nan baiak iyolah budi,
Nan indah iyolah baso.
Pulau pandan jauh ditangah,
Dibaliak pulau angso duo.
Hancur badan di kandung tanah,
Budi baiak takana juo.
Batang aua- palantak tungku,
Pangkanyo sarang sipasan,
Ligundi di sawah ladang,
Sariak indak babungo lai.
Mambuhua kalau mambuku,
Mauleh kalau mangasan,
Budi kalau kalihatan,
Hiduik indak baguno lai.
Pantun petatah di atas mengungkapkan betapa pentingnya budi dalam kehidupan
individu. Budi menjadi sesuatu yang utama dan amat penting dalam kehidupan.
Orang berbudi, keberadaanya selalu mendapat pengakuan masyarakat. Petatah dan
petitih memberikan ajaran cara hidup bermasyarakat itu.
Ringan samo dijinjing,
Ka bukik samo mandaki,
Kalurah samo manurun,
Nan ado samo di makan,
Nan indak samo dicari,
Saciok bak ayam,
Sadanciang bak basi.
Malompek samo patah,
Manyaruduak samo bungkuak,
Tatungkuik samo makan tanah,
Tatilantang samo minum ambun,
Tarandam samo basah,
Tarapung samo anyuik.
Seseorang pemimpin juga diberi panduan oleh petatah dan petitih. Pemimpin di
Minagkabau tidak boleh sembarangan, tidak boleh semena-mena. Ia harus menurut
ketentuan yang berlaku, ketentuan yang telah ditetapkan oleh garis dan alur
adat. Dalam petatah dan petitih diungkapkan:
Tumbuhan karano ditanam,
Tinggi karano dianjuang,
Gadang karano diamba,
Mulia karano dijunjung,
Bukanyao titiak dari langik,
Bukanyo mambasuaik dari bumi.
Keberadaan seorang pemimpin di Minangkabau karena di buat, tidak datang
dengan sendirinya. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaklah selalu menyadari
keberadaannya. Ia harus memperhatikan tanggung jawabnya kepada yang
dipimpinnya. Selain itu harus arif dan bijaksana dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan. Seperti diungkapkan:
Ingek jo dahan kamaimpok,
Ingek jo unak kamanyangkuik,
Tahu jo ombak nan basabuang,
Tahu jo angin nan basiru,
Ingek ujung jo pangka, kok manganai,
Ingek-ingek nan diateh kok maimpok,
Tirih kok datang dari lantai.
Dalam melaksanakan kepemimpinannya, seorang pemimpin di Minangkabau memiliki jenjang dan alur yang jelas.
Kamanakan barajo ka mamak,
Mamak barajo ka panghulu,
Panghulu barajo ka mufakat,
Mufakat barajo ka nan bana,
Bana badiri sandirinyo,
Bana manuruik alua jo patuik,
Manuruik patuik jo mungkin.
Belum ada Komentar untuk "Karya Sastra di MinangKabau"
Posting Komentar