Perkawinan Diminangkabau
Perkawinan diminang kabau
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat minangkabau terkenal dengan sistim kekerabatannya
yang disebut dengan “MATRILINEAL” dengan segala keunikan adat istiadatnya.
Dalam sistim kekerabatan ini,harta pusaka, gelar dan nama kesukuan turun
temurun menurut silsilah garis ibu. Saudara laki-laki dari ibu disebut Niniak
Mamak,yang dituakan diantara Niniak Mamak disebut Tungganai,yaitu yang memegang
pimpinan dalam keluarga. Sedangkan yang memegang pimpinan dalam kaum adalah
Penghulu yang diangkat secara resmi.
Niniak Mamak bertanggung jawab atas kerukunan dan kesejahteraan para saudara dan kemenakannya serta keselamatan harta pusaka. Dalam adat perkawinan Niniak Mamak bertugas mencari rang sumando serta memimpin adat menaikkan sirih hingga seseorang itu berumah tangga. Dalam hal ini bukan berarti seorang pria lepas tanggung jawabnya atas keluarga, tapi justru disinilah ditentukan kewibawaan dan kebijaksanaan seorang pria dalam membimbing anak kemenakannya. Seperti kata pepatah “Anak dipangku kamanakan dibimbiang”.
Masyarakat minangkabau adalah pemeluk agama Islam yang taat dan pemegang adat yang kuat. Kaidah-kaidah adat dan agama terpadu secara harmonis dalam tata kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam suatu ungkapan “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”. Maksudnya bahwa adat bersendikan agama dan agama bersendikan Kitab Allah yaitu Al-Qur’an. Oleh karena itu,kaidah-kaidah adat dan agama sangat dihormati oleh masyarakat lebih dari segala-galanya. Dalam adat minangkabau tidak boleh kawin dalam satu suku atau sekampung, kalau seandainya terjadi maka akan dibuang sepanjang adat, atau menyembelih seekor kerbau putih sebagai denda bagi yang melanggar tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKAWINAN
Perkawinan di Minangkabau mengandung makna yang komplek
sebab terkandung pengertian perkawinan menurut adat dan syarak. Sehingga
pembentukan rumah tangga dari perkawinan merupakan sesuatu yang sakral dan
bermakna bagi orang Minangkabau. Sakral juga diartikan suci dan sakti, dimana
tak seorangpun dapat menentukan dan menjamin siapa yang akan menjadi
pasangannya kelak sebagai seorang suami dan isteri setelah menikah, dan hidup
sebagai suatu keluarga.
Ditinjau dari syarak atau ajaran agama Islam Perkawinan adalah Aqad nikah, yaitu Ijab Kabul antara wali nikah seorang perempuan dengan seorang laki-laki calon suami dari seorang perempuan, yang menghalalkan hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang keduanya bukan muhrim. Dengan demikian perkawinan merupakan ikatan lahir dan bathin seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Ditinjau dari adat yang dilakukan dinagari-nagari di
Minangkabau, maka perkawinan adalah ikatan/jalinan silaturahim antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan, antara suatu keluarga dengan keluarga lain,
antara suatu suku dengan suku lain, sehingga terbentuklah suatu keluarga baru
yang akan menjadi generasi penerus untuk melanjutkan suatu keturunan, oleh
karena itu dalam melaksanakan perkawinan tidak dapat hanya dilakukan oleh
seorang laki-laki dengan seorang perempuan, wali dan saksi saja melainkan harus
diketahui minimal oleh mamaknya dan para pemimpin pemangku adat antara kedua
keluarga.
Kemudian ada pernyataan bahwa perkawinan mengandung makna yang luas dan dalam. Makna yang luas artinya perkawinan melahirkan suatu hubungan kekerabatan yang sangat banyak, ada suami,isteri, mertua, menanatu, ipa, bisan, sumando,sumandan, bako dan anak pisang. Hal itu berarti adanya pembentukan kelarga baru dan terciptanya hubungan antara dua keluarga. Makna yang dalam terlihat pada penerapan suruhan/ perintah baik dalam ajaran adat maupun agama Islam, sekaligus menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Jadi perkawinan bukan hanya sekedar pertemuan dua insan yang berlainan jenis dalam suatu rumah tangga, tetapi lebih dalam dan lebih luas dari itu, yaitu membentuk hubungan antara dua keluarga. Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nafkah lahir dan batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan. Untuk dapat terlaksana perkawinan dengan lancar di Minangkabau para pemuda dan pemudi harus memperhatikan aturan aturan yang berlaku dalam nagarinya, ada yang berupa anjuran dan ada larangan.
• Perkawinan yang dilarang adalah:
1. Perkawinan Nan
Sapayuang Sapatogak. (Satu Keturunan)
2. Perkawinan
Sapayuang Sapasukuan ( Satu Suku)
• Perkawinan yang dianjurkan;
1. Perkawinan
antar/luar suku.
Dilarangnya perkawinan Sapayuang Sapasukuan oleh adat di
Minangkabau karena mereka adalah orang
yang satu keturunan, oleh karena itu ada larangan kawin dalam ruang lingkup
sapasukuan, dan ada anjuran untuk kawin antar suku, sebab kalau kawin dalam
satu suku yang sama akan menimbulkan rusaknya tatanan nilai adat yang
mengandung sistem kekerabatan Matrilinial. Bila kawin dalam suku yang sama maka
jelas suku anak sama dengan suku Bapak sehingga akan rusak sistem matrilinial
di Minangkabau. Orang yang satu suku meskipun telah berlainan rumah gadang dan panghulu, pada mulanya adalah satu
keturunan, satu nenek, satu rumah gadang oleh sebab itu mereka tidak boleh
melakukan suatu perkawinan. Perkawinan dua orang yang berlainan suku itulah
yang disebut dengan perkawinan antar rumah gadang, sehingga akan terjadi relasi
hubungan baru antara dua rumah gadang, antar suku dan antar dua keluarga.
2. Perkawinan dalam Nagari.
Larangan kawin sapasukuan sangat kental di Minangkabau
sehingga para pemuda pemudi diharuskan
kawin antar/luar suku namun ada anjuran untuk melaksanakan perkawinan dalam
nagari disebabkan:
a. Fungsinya
ditengah keluarga
b. Fungsinya
didalam sukunya.
c. Fungsinya
ditengah korong kampuang
d. Fungsinya
ditengah koto dan nagari.
• Pelaksanaan dan tahap perkawinan.
Palaksanaan perkawinan memiliki tahapan-tahapan yang harus
ditempuh dengan aturan sikap dan tingkah laku yang telah diatur sepanjang adat
yang berlaku dalam salinka nagari, namun pada dasarnya tahapan perkawinan itu
adalah:
2.1 MENAIKKAN SIRIH
Dari pihak laki-laki atau ibu mendatangi rumah wanita yang sebaya dengan
pria yang hendak berumah tangga. Pihak pria ini akan membicarakan suatu maksud
yang dinamakan “menaikkan sirih”. Isi dari kedatangan ini adalah menanyakan kepada
bapak atau ibu si wanita:Apakah sudah ada niat untuk bermenantu dan adakah
minat dari si wanita untuk berumah tangga? Andai kata pihak wanita sudah
berminat,maka pihak wanita akan mengatakan setuju. Jawaban ini menunjukkan
bahwa menaikkan sirih dari pihak laki-laki telah disetujui. Hasil pembicaraan
ini bersifat rahasia. Setelah disetujui hari dan waktunya, barulah pihak si
pria yang menaikkan sirih tersebut minta izin untuk turun tangga.
2.2 MEMINANG
Meminang adalah tahap kedua yang harus dilakukan oleh pihak
laki-laki. Tujuan dari meminang adalah
untuk mencari kesepakatan kedua belah pihak guna untuk menetapkan pemberian
dari pihak laki-laki. Dalam hal ini berlaku pepatah “Sia manjalo itu tojun,sia
datang itu konai”. Begitupun sebaliknya,kalau yang datang pihak wanita maka dia
yang memberi kepada pihak laki-laki. Sebelum pihak laki-laki datang meminang ke
rumah si wanita,maka ibu dari kedua belah pihak membicarakan lebih dahulu
dengan seluruh famili dan Niniak mamaknya untuk dimusyawarahkan hal ini dikenal
dengan istilah “ Marisiak”. Setelah
masing-masing pihak bermusyawarah barulah pada hari yang telah ditentukan pihak
laki-laki datang kerumah wanita untuk meminang. Yang datang sebanyak lima atau
tujuh orang laki-laki dan wanita beserta penghulu yang membawa bungkusan nasi
beserta sambal daging, gulai daging juga panganan yang dibuat sendiri berupa
kue bolu, wajit, pisang manis dan silomak bungkus.
Batuka tando secara harfiah artinya adalah bertukar tanda.
Kedua belah pihak keluarga yang telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak
kemenakannya itu, saling memberikan benda sebagai tanda ikatan sesuai dengan
hukum perjanjian pertunangan menurut adat Minangkabau yang berbunyi :“Batampuak
lah buliah dijinjiang,Batali lah buliah diirik” Artinya kalau tanda telah
dipertukarkan dalam satu acara resmi oleh keluarga kedua belah pihak, maka
bukan saja antar kedua anak muda tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan
masyarakat sebagai dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua
belah keluarga pun telah terikat untuk saling mengisi adat dan terikat untuk
tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu.
Yang dijadikan sebagai tanda untuk dipertukarkan lazimnya adalah benda-benda
pusaka, seperti keris, atau kain adat yang mengandung nilai sejarah bagi
keluarga. Jadi bukan dinilai dari kebaruan dan kemahalan harganya, tetapi
justru karena sejarahnya itu yang sangat berarti dan tidak dapat dinilai dengan
uang. Setelah nanti akad nikah dilangsungkan, masing-masing tanda ini harus
dikembalikan lagi dalam suatu acara resmi oleh kedua belah pihak.
Barang-barang yang dibawa waktu maminang, yang utama adalah
sirih pinang lengkap. Apakah disusun dalam carano atau dibawa dengan kampia,
tidak menjadi soal. Yang penting sirih lengkap harus. Namun menurut yang lazim
dikampung, jika acara maminang itu bukan sesuatu yang sudah direkayasa oleh
kedua keluarga sebelumnya, maka acara ini akan berlangsung berkali-kali sebelum
urutan ketentuan diatas dapat dilaksanakan. Karena pihak keluarga wanita pasti
tidak dapat memberikan jawaban langsung pada pertemuan pertama itu. Orang
tuanya atau ninik mamaknya akan meminta waktu terlebih dahulu untuk
memperembukkan lamaran itu dengan keluarga-keluarganya yang patut-patut
lainnya. Paling-paling pada pertemuan tersebut, pihak keluarga wanita
menentukan waktu kapan mereka memberikan jawaban atas lamaran itu. Musyawarah
yang dilakukan untuk menerima atau menolak peminangan seseorang itu disuatu
nagari disebut dengan “ Maulang Kato”.
2.3 PERTUNANGAN
Dengan diterimanya pinangan yang dilakukan oleh keluarga
yang dipinang, maka dilakukan tahap berikutnya
pertunangan, atau dikenal keseharian dengan istilah “Makan Lomang,
Batimbang Tando, Jo Basau Tando”. Disebut dengan istilah makan lomang karena
untuk membicarakan segala sesuatu tentang pernikahan sebelumnya kedua keluarga
Makan Lomang, dimana secara adat pada umumnya keluarga laki-laki membawa lomang
dan kelengkapannya pada keluarga perempuan. Disebut pula dengan istilah
Batimbang jo Basau Tando karena setelah adanya kesepakatan dilakukan Batimbang,
Basau Tando.Jadi Pertunangan (Makan Lomang, Batimbang Basau Tando) itu adalah
merupakan suatu cara yang menyatakan secara resmi menurut adat bahwa telah
adanya ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk menikah
yang disepakati oleh kedua anggota keluarga bersama niniak mamak pemangku adat.
Pertunangan itu biasanya dilakukan dirumah pihak keluarga
yang wanita, dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, dimana menurut
adat disebut dengan; “ salah batando satu, basalahan batando duo, barsamaan
batimbang jo basauo tando”. Jadi dengan telah terjadinya kesepakatan antara
kedua keluarga maka dilakukan; Batimbang Tando dan Basaua Tando. Batimbang
tando biasanya yang digunakan adalah emas sebentuk cincin dan kain dan Basaua
tando biasa diganakan Keris dan Gelang Emas.
Setelah terjadinya pertukaran tando,maka salah satu pihak
memberikan adat kobek tando untuk niniak mamak
dan juga adat untuk dubalang pegawai adat, dimana disuatu nagari disebut dengan istilah “sisiah
ambun” dan lainnya sesuai dengan nama aturan adat salingka nagari. Pada waktu
pertunangan (makan lomang) tersebut dibicarakan berbagai hal diantaranya:
1. Menentukan
hari Pernikahan.
2. Kelengkapan
Pernikahan
3. Menentukan
acara adat jeput antar.
4. Kelengkapan
Pesta pernikahan
5. Mahar
pernikahan, dan sebagainya.
BAB III
PERSIAPAN MENJELANG KAWIN
Untuk selanjutnya yang harus dilaksanakan oleh kedua belah
pihak adalah menyiapkan
segala surat menyurat dan foto kedua mempelai yang
dipergunakan unttuk nikah.
Kawin atau nikah adalah suatu akad (perjanjian antar pria
dan wanita).
Hal-hal yang harus disiapkan dan diperhatikan menjelang
nikah :
a. Surat keterangan dari pengulu diketahui oleh kepala dusun
b. Surat dari kepala desa
c. Identitas
d. Surat persetujuan kedua belah pihak yang akan nikah dari
wali hakim
Syarat-syarat dan rukun nikah ada lima yaitu :
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Ijab kabul
d. Wali
e. Saksi-saksi
Yang berhak menikahkan adalah wali dari wanita dan dinikahkan didepan wali hakim. Jika dia tidak sanggup maka diwakilkannya kepada wali hakim. Mengenai mahar wajib diberikan oleh suami berupa benda atau boleh juga berupa uang yang diberikan waktu akad nikah atau diberikan kepada calon istri kemudian, tapi mahar itu wajib dibayar. Mahar adalah suatu pemberian berupa benda berhharga atau sejumlah uang yang diberikan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai suatu penghormatan atas dirinya.
A. Upacara Pernikahan/Perkawinan
Pada umumnya akad nikah dilaksanakan dirumah wanita dan
orang-orang yang diperlukan seperti wali hakim harus diundang. Oleh karena itu
tentu saja harus menyiapkan makan dan minum untuk menjamunya. Jamuan ini
dilaksanakan setelah akad nikah selesai.
B. Menebang Pisang
Menebang pisang dilakukan seminggu menjelang kenduri
dilakukan. Sebelum itu kedua belah pihak diharuskan mengantarkan nasi yang
dicampur dengan kelapa yang telah dipotong-potong sebegitu rupa.
Mengantarkannya ada yang dijujung dengan kain panjang dan adapula dengan
rantangkalua. Nasi itu diberikan kepada famili laki-laki yang bertalian darah
dan korong kampung menurut adat. Mangkuk nasi itu harus diisi dengan beras oleh
yang diberi nasi. Waktu untuk mengantarkan nasi ini ada yang dilakukan jauh
sebelum kenduri dan ada pula yang bersamaan dengan kenduri.
Diwaktu menebang pisang, famili-famili terdekat mengantarkan
pisang, gunanya untuk dihidangkan dihadapan tamu dan juga untuk mengisi
bungkusan orang yang dipanggil dan tamu-tamu yang diberi surat undangan.
C. Maimbau /Memanggil/Minta Izin / Mahanta Siriah
Bila seseorang pemuda telah ditentukan jodoh dan hari
perkawinannya, maka kewajiban yang pertama menurut adat yang terpikul langsung
ke diri orang yang bersangkutan, ialah memberi tahu dan mohon doa restu kepada
mamak-mamaknya, kepada saudara-saudara ayahnya; kepada kakak-kakaknya yang
telah berkeluarga dan kepada orang-orang tua lainnya yang dihormati dalam
keluarganya. Acara ini pada beberapa daerah di Sumatera Barat disebut minta izin.
Bagi pihak calon pengantin wanita, kewajiban ini tidaklah terpikul langsung
kepada calon anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya yang wanita
yang telah berkeluarga. Acaranya bukan disebut minta izin tapi mahanta siriah
atau menghantar sirih. Namun maksud dan tujuannya sama. Tugas ini dilaksanakan
beberapa hari atau paling lambat dua hari sebelum akad nikah dilangsungkan.
Tata Cara:
Pada hari yang telah ditentukan calon mempelai pria dengan membawa seorang kawan (biasanya teman dekatnya yang telah atau baru berkeluarga) pergi mendatangi langsung rumah isteri dari keluarga-keluarga yang patutu dihormati seperti disebutkan diatas. Setelah menyuguhkan rokok (menurut cara lama menyuguhkan salapah yang berisi daun nipah dan tembakau) sebagai pembuka kata, kemudian secara langsung pula memberitahu kepada keluarga yang didatangi itu bahwa ia kalau diizinkan Allah, akan melaksanakan akad nikah. Kemudian menjelaskan segala rencana perhelatan yang akan diadakan oleh orang tuanya. Lalu minta izin (mohon doa) restu dan kalau perlu minta sifat dan petunjuk yang diperlukan dalam rencana perkawinan itu. Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh keluarganya pada hari-hari perhelatan tersebut.
Biasanya keluarga-keluarga yang didatangi tidaklah melepas pulang begitu saja keluarganya yang datang minta izin secara akrab seperti itu. Dengan dihormati begitu oleh anak kemenakannya, mereka juga merasa terpanggil untuk ikut memikul beban (ringan sama dijinjing, berat sama dipikul) dengan memberikan bingkisan-bingkisan yang berguna bagi orang yang akan pesta. Walaupun misalnya hanya satu kilogram gula pasir saja, sesuai dengan kemampuannya. Bagi keluarga calon pengantin wanita yang bertugas melaksanakan acara ini yang disebut mahanta siriah, peralatan yang dibawa sesuai dengan namanya yaitu seperangkat daun sirih lengkap bersadah pindang yang telah tersusun rapi baik diletakkan diatas carano maupun didalam kampia (tas yang terbuat dari daun pandan). Sebelum maksud kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu yang disuguhkan kepada orang yang didatangi.
Selain itu ada dengan sepucuk surat undangan untuk
teman-teman sebayanya
D. Malam Bainai
Secara harfiah bainai artinya melekatkan tumbukan halus daun
pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku
jari calon pengantin wanita. Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat
semalam, akan meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku. Lazimnya
dan seharusnya acara ini dilangsungkan malam hari sebelum besok paginya calon
anak daro melangsungkan akad nikah. Apa sebab demikian ? Pekerjaan mengawinkan
seorang anak gadis untuk pertama kalinya di Minangkabau bukan saja dianggap
sebagai suatu yang sangat sakral tetapi juga kesempatan bagi semua keluarga dan
tetangga untuk saling menunjukkan partisipasi dan kasih sayangnya kepada
keluarga yang akan berhelat. Karena itu jauh-jauh hari dan terutama malam hari
sebelum akad nikah dilangsungkan semua keluarga dan tetangga terdekat tentu
akan berkumpul di rumah yang punya hajat.
Sesuai dengan keakraban masyarakat agraris mereka akan ikut membantu menyelesaikan berbagai macam pekerjaan, baik dalam persiapan di dapur maupun dalam menghias ruangan-ruangan dalam rumah. Pada kesempatan inilah acara malam bainai itu diselenggarakan, dimana seluruh keluarga dan tetangga terdekat mendapat kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang dan memberikan doa restunya melepas dara yang besok pagi akan dinikahkan. Selain dari tujuan, menurut kepercayaan orang-orang tua dulu pekerjaan memerahkan kuku-kuku jari calon pengantin wanita ini juga mengandung arti magis. Menurut mereka ujung-ujung jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih, mempunyai kekuatan yang bisa melindungi si calon pengantin dari hal-hal buruk yang mungkin didatangkan manusia yang dengki kepadanya. Maka selama kuku-kukunya masih merah yang berarti juga selama ia berada dalam kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan tetap terlindung dari segala mara bahaya. Setelah selesai melakukan pesta-pesta pun warna merah pada kuku-kukunya menjadi tanda kepada orang-orang lain bahwa ia sudah berumah tangga sehingga bebas dari gunjingan kalau ia pergi berdua dengan suaminya kemana saja.
Kepercayaan kuno yang tak sesuai dengan tauhid Islam ini,
sekarang cuma merupakan bagian dari perawatan dan usaha untuk meningkatkan
kecantikan mempelai perempuan saja. Tidak lebih dari itu. Memerahkan kuku jari
tidak punya kekuatan menolak mara bahaya apa pun, karena semua kekuatan adalah
milik Allah semata-mata
BAB IV
KENDURI
4.1 Penyambutan Di Rumah Anak Daro
Bila akad nikah dilangsungkan dirumah calon mempelai wanita,
bukan di mesjid, maka acara penyambutan kedatangan calon mempelai pria dengan
rombongannya di halaman rumah calon pengantin wanita akan menjadi sebuah acara
besar. Acara ini sering juga disebut sebagai acara baralek gadang dengan
menegakkan marawa-marawa Minang sepanjang jalan sekitar rumah. Menyiapkan
pemain-pemain musik tradisional (talempong dan gandang tabuik) untuk
memeriahkan suasana. Menyiapkan payung kuning kehormatan serta pemegangnya
untuk memayungi calon pengantin pria. Kemudian juga dipersiapkan barisan
galombang adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat
untuk membuka jalan, dan dara-dara berpakaian adat yang akan menyuguhkan sirih
secara bersilang dari pihak tuan rumah kepada ninik mamak yang ada dalam
rombongan yang datang, dan dari fihak tamu yang datang kepada ninik mamak yang
ada dalam rombongan yang menanti.
Tata cara::
Secara garis besar ada empat tata cara menurut adat istiadat Minang yang dapat dilakukan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita dalam menyambut kedatangan calon mempelai pria yang dilangsungkan pada empat titik tempat yang berbeda pula di halaman rumahnya.
Pertama, memayungi segera calon mempelai pria dengan payung
kuning tepat pada waktu kedatangannya pada titik yang telah ditentukan di jalan
raya di depan rumah. Atau kalau rombongan datang dengan mobil, pada titik
tempat calon mempelai pria ditentukan untuk turun dari mobilnya dan akan
melanjutkan perjalanan menuju rumah dalam arak-arakan berjalan kaki.
Kedua, penyambutan dengan tari gelombang Adat timbal balik
oleh pemuda-pemuda yang disebut parik paga dalam nagari dengan memberikan
penghormatan pertama dan menjaga kiri kanan jalan yang akan dilewati oleh
rombongan. Pada satu titik dipertengahan jalan kedua barisan gelombang ini akan
bersobok dan pimpinannya masing-masing akan melakukan sedikit persilatan. Ini
mengambil contoh pada perkawinan di kampung-kampung dahulu di ranah minang,
ketika seorang pemuda harus dikawal oleh kawan-kawannya sepersilatan di dalam
perjalanan menuju ke rumah calon isterinya yang berada dikampung lain. Kampung
isterinya ini juga dikawal oleh pemuda-pemuda yang selalu siap siaga menjaga
keamanan. Sehingga tidak jarang antara kedua kelompok pemuda ini sering terjadi
salah paham sehingga mereka saling menunjukkan kelihaian mereka dalam bersilat.
Karena itulah dalam pertemuan dua barisan gelombang itu sampai sekarang tetap
ada acara persilatan sejenak yang berhenti setelah seorang ninik mamak maju
ketengah melerai mereka dengan carano adat.
Kemudian acara selanjutnya dengan barisan dara-dara limpapeh
rumah dan gadang yang menyonsong mempersembahkan sirih lengkap dalam carano
adat bertutup dalamak secara timbal balik dalam gerakan menyilang antara yang
datang dan yang menanti.
Ketiga, sambah-manyambah antar juru bicara pihak tuan rumah dengan juru bicara rombongan calon mempelai pria yang dilangsungkan tepat di depan pintu gerbang sebelum masuk ke pekarangan rumah calon mempelai wanita. Menurut adatnya sambah-manyambah di luar rumah ini diawali oleh juru bicara pihak calon pengantin wanita sebagai sapaan kehormatan atas datangnya tamu-tamu ke rumah mereka. Keempat, penyambutan oleh perempuan-perempuan tua pada titik sebelum calon mempelai pria memasuki pintu utama rumah. Perempuan-perempuan inilah yang menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning sambil berpantun dan kemudian setelah mempersiapkan naik manapiak bandua maningkek janjang, mencuci kaki calon menantunya dengan menuangkan sedikit air ke ujung sepatu calon mempelai pria. Di Jakarta sekarang juga lazim dilakukan setelah pencucian kaki secara simbolik ini, maka calon pengantin pria akan menapak masuk ke dalam rumah melewati kain jajakan putih yang terbentang antara pintu sampai ke tempat di mana acara akad nikah akan dilangsungkan.
Pencucian kaki dan berjalan diatas kain putih ini merupakan perlambang dari harapan-harapan tentang kebersihan dan kesucian hari dari calon menantu dalam melaksanakan niatnya untuk mengawini calon isterinya. Sering juga disebut acara ini bermakna, bahwa calon pengantin pria hanya akan membawa segala yang suci dan bersih ke atas rumah, dan meninggalkan segala yang buruk dan kotor di halaman.
Beberapa besar jumlah pemuda-pemuda yang terlibat mendukung penyambutan dengan tari gelombang serta pemudi-pemudi yang mendukung acara persembahan sirih adat, menunjukkan pula besar kecilnya pesta yang diadakan. Namun yang lazim jumlah tidak kurang dari tujuh orang untuk tiap kelompok. Tujuh orang penari gelombang dari pihak yang menanti, yaitu tujuh lagi dari pihak yang datang dan tujuh orang pula dara-dara yang membawa sirih pihak yang menanti dan tujuh orang pula dari pihak yang datang.
Namun untuk penghematan tenaga, adakalanya dan sah juga
adanya juka penyambutan hanya dilakukan secara sepihak oleh keluarga yang
menanti. Artinya barisan gelombang dan dara-dara limpapeh pembawa sirih hanya
disiapkan dipihak keluarga calon pengantin wanita saja
4.2 Manjapuik
Marapulai
Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh
rangkaian acara perkawinan menurut adat istiadat Minangkabau. Menjemput calon
pengantin pria ke rumah orang tuanya untuk dibawa melangsungkan akad nikah di
rumah kediaman calon pengantin wanita. Dahulu di kampung-kampung biasanya cukup
beberapa orang laki-laki saja dari keluarga calon pengantin wanita yang
menjemput calon pengantin pria ini untuk melafaskan ijab kabul di
mesjid-mesjid. Setelah selesai akad nikah barulah kemudian keluarga besar
kembali menjemput menantunya itu ke rumah orang tuanya untuk dipersandingkan di
rumah pengantin wanita.
Tetapi sekarang untuk efisiensi waktu yang lazim berlaku di
kota-kota besar, akad nikah diadakan di rumah calon pengantin wanita dan
setelah itu langsung kedua pengantin dipersandingkan di pelaminan. Maka untuk
acara yang semacam ini, penjemputan calon mempelai pria ke rumah orang tuanya
harus dilaksanakan sepanjang adat dengan memenuhi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.
Sering terjadi sampai sekarang terutama untuk
perkawinan-perkawinan yang diatur oleh orang tua-tua sebuah rencana perkawinan
batal gara-gara ketidakcocokan dalam soal jemput menjemput calon marapulai atau
mempelai ini. Kekisruhan ini bisa terjadi bukan saja karena tidak sesuainya
barang-barang yang dibawa pihak keluarga calon pengantin wanita untuk
menjemput, tapi bisa juga karena dirasa juga tidak memenuhi ketentuan-ketentuan
adat istiadat menurut tata cara kampungnya atau luhak adatnya yang
berbeda-beda. Secara umum menurut ketentuan adat yang lazim, dalam menjemput
calon pengantin pria keluarga calon pengantin wanita harus membawa tiga bawaan
wajib, yaitu
Pertama : Sirih lengkap dalam cerana menandakan datangnya
secara beradat
Kedua : Pakaian pengantin lengkap dari tutup kepala sampai
ke alas kaki yang akan dipakai oleh calon pengantin pria
Ketiga : Nasi kuning singgang ayam dan lauk pauk yang telah
dimasak serta makanan dan kue-kue lainnya sebagai buah tangan.
Hal-hal diluar ini, itu tergantung kepada adat istiadat
daerah masing-masing yang berbeda-beda, serta perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya. Umpamanya untuk daerah pesisir Sumatera Barat seperti Padang dan
Pariaman, berlaku ketentuan untuk membawa payung kuning tujuh tungketan, tombak
janggo janggi, pedang (kalau si calon pengantin prianya bergelar Marah, Sidi
dan Bagindo) dll. Jika ada perjanjian-perjanjian yang dibuat sebelumnya dimana
pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa uang jemputan, uang hilang,
atau apapun namanya,maka segala yang dijanjikan itu harus dibawa secara resmi
waktu melakukan acara menjemput marapulai ini. Semua bawaan ini ditata rapi
pada wadahnya masing-masing. Banyak atau sedikitnya bawaan yang dibawa serta
banyak atau sedikitnya jumlah keluarga pihak calon pengantin wanita yang datang
menjemput, sering menjadi ukuran besar kecilnya pesta yang diadakan itu. Untuk
melepas anak kemenakan mereka yang akan melakukan akad nikah ini, pihak
keluarga calon pengantin pria biasanya juga mengumpulkan seluruh keluarganya
yang patut-patut. Termasuk ninik mamak dan para rang sumandonya. Situasi ini
dengan sendirinya membuat acara tersebut menjadi sangat resmi, dimana kedua
belah pihak keluarga saling berusaha untuk memperlihatkan adat sopan dan
basa-basi yang baik.
Adat sopan dan basa-basi yang baik itu, bukan hanya tercermin dalam sikap dan tindak tanduk saja, tetapi juga harus terungkap didalam tutur kata. Oleh karena itulah maka pada acara manjapuik marapulai ini, kedua belah pihak keluarga harus menyediakan jurubicara yang dianggap mahir untuk bersikap dan bertutur kata yang baik sesuai dengan tata cara adat yang disebut alur pasambahan, atau yang pandai melaksanakan sambah manyambah. Untuk acara sambah-manyambah dalam alek kawin ini menurut adat Minangkabau tidak perlu harus dilakukan oleh seorang ninik mamak atau penghullu, tetapi dipercayakan kepada yang muda-muda terutama para rang sumando baru dalam lingkungan keluarga masing-masing. Sebagai orang yang dihormati dan dituakan maka ninik mamak dan penghulu dalam pesta perkawinan berperan sebagai tumpuan untuk bermufakat atau tempat memulangkan kata, jika ada hal-hal alam pembicaraan yang memerlukan petunjuk dan saran dari yang tua-tua.
Oleh karena kewajiban sambah-manyambah ini merupakan keahlian yang tidak dimiliki oleh setiap orang, maka seringkali dikampung-kampung dulunya acara semacam ini oleh para jurubicara yang ditunjuk, dijadikan ajang untuk saling memamerkan kefasihan mereka masing-masing dalam melafalkan pepatah-petitih dan merentetkan kembali tambo alam Minangkabau, sehingga acara menjadi bertele-tele memakan waktu yang panjang dan membosankan.
Sesuai dengan efisiensi waktu pada zaman sekarang ini,
dimana akad nikah juga harus tunduk kepada jadwal yang telah ditentukan, maka
dengan tidak mengurangi hakekat acara tersebut sebagai suatu yang harus nampak
beradat, maka acara sambah-manyambah ini bisa dipadatkan dengan hanya menyebut
bagian-bagian yang memang perlu dan wajib disebut sesuai dengan tujuan
kedatangan rombongan itu sendiri. Oleh karena didalam pelajaran
sambah-manyambah pun ada tata cara pasambahan yang dikategorikan sebagai pangka
batang untuk setiap acara yang dihadapi.
Di dalam acara manjapuik marapulai ini maka yang pokok-pokok
harus disebut itu adalah sbb: Pasambahan menghormati yang tua-tua dan yang
patut-patut yang ada diatas rumah,
Pasambahan menyuguhkan sirih adat, Menyampaikan maksud
kedatangan,
Memohon semua keluarga tuan rumah ikut mengiringkan,
Menanyakan gelar calon menantu mereka, Berterima kasih atas sambutan dan
hidangan yang disuguhkan.
Tata cara::
Sesuai dengan hari dan jam yang telah disepakati dengan
memperhitungkan jarak yang akan ditempuh serta jadwal waktu akad nikah yang
telah ditetapkan sesuai dengan undangan, maka rombongan penjemput berangkat
menuju rumah calon pengantin pria bersama-sama sambil membawa segala
perlengkapan sebagaimana yang telah disebutkan pada bab terdahulu. Pihak
keluarga calon pengantin pria menyambut dan menunggu tamunya di pekarangan
rumah sambil menyiapkan pula sejumlah orang-orang yang akan menjawat atau
menerima barang-barang yang dibawa oleh rombongan yang datang.
Setelah segala bawaan yang dibawa oleh rombongan penjemput ini diterima dihalaman, maka semua rombongan penjemput dipersilakan naik ke atas rumah. Para tamu yang datang menurut adat Minang didudukkan pada bagian yang paling baik di atas rumah. Kalau ada pelaminan; disekitar pelaminan menghadap ke pintu masuk, sedangkan tuan rumah (sipangka) berjejer sekitar pintu atau pada bagian yang dilalui untuk menuju ke dapur atau ke ruang dalam.
Barang-barang bawaan rombongan penjemput termasuk sirih
dalam cerana setelah diterima di halaman, biasanya ditata dulu dengan baik dan
dijejerkan ditengah-tengah rumah agar dapat disaksikan oleh semua orang. Dalam
acara manjapuik marapulai ini yang lazim pembicaraan dimulai oleh pihak yang
datang. Jika rombongan yang datang membawa seorang juru bicara yang pandai
sambah manyambah, maka sebelum pembicaraan dimulai haruslah terlebih dahulu
pihak yang datang sambil berbisik bertanya kepada orang yang menanti kepada
siapa sembah ini akan ditujukan.
Pertanyaan berbisik ini merupakan tata tertib yang perlu
dilaksanakan, agar sambah yang akan ditujukan itu jatuh kepada orang yang
tepat, artinya orang yang memang telah mempunyai keahlian sepadan untuk
menjawab kata secara alur persembahan. Sebab kalau tidak, maka sembah yang
dituhuakkan kepada seseorang yang ternyata bukan seorang yang menguasai seni
ini, maka ini dapat membuat malu dan canggung orang yang dituju dan bahkan juga
dapat menimbulkan rasa kurang enak dihati tuan rumah.
Pembicaraan pertama yang dibuka oleh pihak yang datang ini, tidak pulalah sopan jika secara langsung mengungkapkan maksud kedatangan rombongan. Yang lazim adalah juru bicara setelah menyatakan terima kasih atas penyambutan yang ramah dan baik dari tuan rumah dalam menerima kedatangan mereka, maka ia akan bertanya terlebih dahulu, apakah dia sudah dibenarkan untuk menyampaikan maksud dari kedatangan rombongan. Didalam alur persembahan kalimat bertanya tersebut terungkap dalam kata-kata bersayap sbb: Jikok ado nan takana di atiNan tailan-ilan dimatoAlah kok buliah kami katangahkan ?
Lazimnya menurut tata tertib yang betul sebagaimana yang
tetap berlaku sampai sekarang di ranah minang, tuan rumah melalui jurubicaranya
tidaklah akan menjawab begitu saja secara langsung memberikan izin kepada
rombongan yang datang untuk menyampaikan maksud kedatangan mereka. Orang
bertamu ke rumah orang lain biasanya disuguhi air minum agak seteguk lebih
dahulu sebelum berunding, apalagi satu rombongan yang datang secara beradat. Ini
sesuai dengan idiom Minang yang mengatakan : Jikok manggolek di nan dataJikok
batanyo lapeh arakJikok barundiang sudah makan.
Demikian pembicaraan akan terputus sementara untuk
mempersilakan tamu-tamu makan atau setidak-tidaknya minum segelas air dan mencicipi
kue-kue yang telah disediakan. Setelah selesai acara santap atau makan kue-kue
kecil ini, barulah juru bicara pihak rombongan yang datang kembali mengangkat
sembah, mengulangi kembali pertanyaan yang tertunda tadi. Setelah jurubicara
tuan rumah menyatakan bahwa runding sudah bisa dilanjutkan, maka barulah
jurubicara yang datang secara terperinci mengemukakan maksud kedatangan
rombongan dalam alur persembahannya yang pokok-pokok isinya harus memenuhi
ketentuan-ketentuan adat menjemput maapulai sbb : Menyatakan bahwa mereka itu
merupakan utusan resmi mewakili pihak keluarga calon pengantin wanita. Bahwa
mereka datang secara adat. Maningkek janjang manapiak bandua dengan membawa
sirih dalam carano. Bahwa tujuan mereka adalah untuk menjemput calon mempelai
pria (sebutkan namanya dan nama orang tuanya dengan jelas). Menegaskan bahwa
jemput itu jemput terbawa, sekalian dengan keluarga yang akan mengiringkan.
Kalimat-kalimat dalam alur persembahan bisa bervariasi panjang dengan menyebut dan membeberkan kembali sejarah kelahiran seorang anak sampai dewasa dan sampai berumah tangga atau mengulang-ulang tambo sejarah ninik moyang orang Minang mulai dari puncak Gunung Merapi sampai ke laut yang sedidih dsb. Tetapi itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan inti maksud kedatangan rombongan, kecuali hanya untuk memamerkan keahlian si tukang sembah. Sedangkan yang pokok menurut adat untuk disebut adalah yang berhubungan dengan empat ketentuan di atas. Setelah keempat maksud itu disampaikan, dan diterima oleh jurubicara tuan rumah maka barulah seperangkat pakaian yang dibawa oleh rombongan penjemput diserahkan kepada tuan rumah untuk bisa segera dipakaikan kepada calon mempelai pria. Sambil menunggu calon mempelai pria berpakaian, barulah dilanjutkan lagi acara dengan alur persembahan menanyakan gelar calon mempelai pria.
Setelah selesai acara sambah-manyambah ini, dan setelah
selesai calon mempelai pria didandani dan dikenakan busana yang dibawa oleh
keluarga calon mempelai wanita, maka sebelum rombongan termasuk rombongan
keluarga yang laki-laki berangkat bersama-sama menuju rumah kediaman calon
mempelai wanita, haruslah calon mempelai pria memohon doa restu terlebih dahulu
kepada kedua orang tuanya dan kepada keluarga-keluarganya yang tua-tua dan yang
pantas untuk dihormati dalam kaumnya.
Oleh karena anak laki-laki di dalam kekerabatan Minang kalau sudah beristeri biasanya akan tinggal di rumah isterinya, maka sering juga anak laki-laki yang akan kawin itu disebut akan menjadi "anak orang lain". Sehingga momen permohonan doa restu ketika akan berangkat nikah, seringkali menjadi sangat mengharukan, dimana yang dilepas dan yang melepas saling bertangis-tangisan. Lazimnya dalam acara menjemput calon mempelai pria ini, pihak keluarga calon mempelai wanita juga membawa dua orang wanita muda yang baru berumah tangga untuk dijadikan pasumandan yang mengiringkan dan mengapit calon mempelai pria mulai turun rumahnya sampai disandingkan di pelaminan setelah akad nikah. Pasumandan ini juga didandani dengan baju kurung khusus dan kepalanya dihiasi dengan sunting rendah.
4.3 Manjalang / Mahanta Nasi
Seusai acara akad nikah yang dilanjutkan dengan basandiang
di rumah kediaman mempelai wanita, maka sebuah acara lagi yang dikategorikan
sebagai perhelatan besar dalam tata cara adat istiadat perkawinan di
Minangkabau, ialah acara manjalang. Acara ini mungkin bisa disamakan dengan
acara ngunduh mantu yang berlaku menurut adat Jawa. Acara ini yang pelaksanaan
dan undangannya dilakukan oleh pihak keluarga mempelai pria, pada beberapa nagari
di Sum Bar mendapat penamaan yang berbeda-beda. Ada yang menyebut dengan
istilah manjalang mintuo, mahanta nasi, manyaok kandang atau mahanta nasi
katunduakan, mahanta bubue dsb.
Namun maksud dan tujuannya sama, yaitu kewajiban untuk
mengisi adat setelah akad nikah dari pihak keluarga mempelai wanita kepada
keluarga mempelai pria. Mengisi adat ini bermakna bahwa pihak keluarga mempelai
wanita pada hari yang ditentukan harus datang secara resmi kerumah ayah ibu
mempelai pria saling kenal mengenal dengan seluruh keluarga mertua anaknya.
Karena datang ini secara beradat dan kunjungan mereka itu bukan saja akan
disaksikan oleh keluarga, tetapi juag oleh tamu-tamu lain yang diundang oleh
keluarga pihak mempelai pria, maka tak heran kalau dibeberapa nagari di Sum Bar
sampai sekarang acara ini sering dilaksanakan dengan sangat meriah dan penuh
semarak.
Sesuai dengan salah satu judulnya mahanta nasi maka rombongan keluarga mempelai wanita yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria ini memang diharuskan untuk membawa berbagai macam makanan. Seperti nasi kuning singgang ayam, lauk pauk rendang, sampadeh dll. Serta kue-kue besar macam macam bolu dan kue-kue adat seperti bulek-bulek, pinyaram, kue poci, kue abuak, onde-onde dll.
Semua bawaan ini ditata diatas dulang-dulang tinggi yang
bertutup kain dalamak dan dibawa dengan dijunjung diatas kepala dalam barisan
oleh wanita-wanita yang berpakaian adat. Proses inilah yang disebut dengan
istilah manjujuang jamba. Di daerah dalam lingkung adat kubuang tigo baleh
(Solok), bawaan nasi dan lauk pauk dalam acara ini yang disebut mahanta nasi
katunduakan, ditata dalam cambuang-cambuang kaca putih yang dijunjung oleh
wanita-wanita berpakaian adat setempat dengan barisan berderet satu-satu
bagaikan itik pulang petang.
Di daerah pesisir seperti Padang dan Pariaman, maka segala
bawaan ini baik yang dijunjung diatas dulang maupun yang dipapah dengan baki,
tidak boleh ditutup agar orang-orang kampung lain bisa melihatnya sepanjang
jalan yang dilalui. Di daerah ini jumlah makanan yang dibawa berbeda pula untuk
orang-orang biasa bila dibandingkan dengan keturunan puti-puti. Untuk
orang-orang biasa segala bawaan itu cukup setiap macam sebuah atau serba satu
atau paling banyak serba dua, maka bagi keturunan puti-puti harus serba empat.
Singgang ayamnya empat, kue bolunya empat dll.
Arak-arakan manjalang atau mahanta nasi dari rumah mempelai wanita ke rumah orang tua mempelai pria ini selain diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung, juga diikuti oleh para ninik mamak yang juga mengenakan lengkap busana-busana adat sesuai dengan fungsinya didalam kaum. Barisan ini juga dimeriahkan dengan iringan pemain musik tradisional setempat seperti talempong pacik, gendang, dan puput sarunai yang berbunyi terus menerus sepanjang jalan sampai ke tempat tujuan. Di beberapa kampung sekarang, yang mungkin bertujuan untuk lebih praktis, iringan musik ini ada yang dilakukan dengan mengikutsertakan seorang laki-laki dalam barisan dengan menyandang tape recorder yang agak besar dan sepanjang jalan membunyikan kaset lagu-lagu Minang dengan volume besar.
Dirumah mempelai pria rombongan ini disambut pula secara adat. Selain dengan sirih dalam carano adakalanya juga dinanti dengan tari gelombang dan pasambahan. Pengantin wanita dipersandingkan lagi dengan pengantin pria di pelaminan yang sengaja dipasang oleh keluarga pengantin pria. Adalah kewajiban adat bagi ayah ibu pengantin pria setelah acara selesai, sebelum tamu-tamu pulang, untuk mengisi beberapa wadah bekas pembawaan makanan keluarga pengantin wanita yang telah kosong. Isinya bisa berupa bahan-bahan kain untuk baju, atau seperangkat pakaian, perhiasan emas atau sejumlah uang atau bisa juga hanya diisi dengan gula, mentega dan tepung terigu.
Semua itu tentu sesuai dengan kemampuan dan kerelaan sang
mertua. Untuk pesta-pesta perkawinan yang diadakan digedung-gedung, acara
manjalang ini juga sering dilaksanakan secara simbolik, dimana barisan
pengantin waktu memasuki gedung diawali dengan barisan dara-dara limpapeh rumah
dan gadang yang menjunjung jamba. Sedangkan orang tua dan saudara-saudara
kandung pengantin pria sebagai orang yang punya hajat tidak ikut dalam barisan,
tetapi menunggu iring-iringan pengantin dan orang tua pengantin wanita di depan
pelaminan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Perkawinan adalah Aqad nikah, yaitu Ijab Kabul antara wali
nikah seorang perempuan dengan seorang laki-laki calon suami dari seorang
perempuan, yang menghalalkan hubungan seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang keduanya bukan muhrim. Dengan demikian perkawinan merupakan
ikatan lahir dan bathin seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk
membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Sebelum kita berumah tangga
dan akn berumah tangga hendaklah syarat-syarat yang di makalah ini kita hayati
dan laksanakan. Sebab semua syarat-syarat ini merupakan suatu ketentuan adat
minangkabau dan sudah di pakai dari nenek moyang kita sejak zaman dahulu.
Karena zaman semakin maju jangan sampai kita terhanyut oleh kemajuan tersebut.
5.2 Saran-saran
1. Semua butir-butir isi makalah uini yang mempunyai hikmah
yang positif dapat hendaknya
kita kembangkan dan digali sedalam-dalamnya
2. menghilangkan semua nilai-nilai yang dianggap negatif
3. Supaya kita dapat melestarikan dan menuju masyarakat adil
dan makmur, sekaligus menjungjung tinggi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa.
Belum ada Komentar untuk "Perkawinan Diminangkabau"
Posting Komentar